Yahoo Answers akan ditutup pada 4 Mei 2021 dan situs web Yahoo Answers sekarang tersedia dalam mode baca saja. Tidak akan ada perubahan pada properti atau layanan Yahoo lainnya, atau akun Yahoo Anda. Anda dapat memperoleh informasi lebih lanjut tentang penutupan Yahoo Answers dan cara mengunduh data Anda di halaman bantuan ini.

jusdan
Lv 4
jusdan ditanyakan dalam Politik & PemerintahanPolitik · 1 dekade yang lalu

Bgm pendapat Anda ,dapatkah seorang ulama ( ustad ) terjun kedunia politik tanpa meninggalkan keulamannya?

Sebagaimana kita ketahui bahwa dalam dunia politik adalah sbb :

- Tujuan politik adalah mendapat kekuasaan, dgn adanya kekuasaan segala keinginan akan tercapai.

- Dalam politik untuk mencapai tujuan menghalalkan segala cara.

- Dalam politik tidak ada lawan yg tetap dan tidak ada kawan yg abadi, yg abadi hanyalah kepentingan

- Dalam politik hari ini mengatakan A , besok mengatakan B ( tegasnya plin plan ).

- Dalam politik tidak ada kata tidak mungkin , semua serba mungkin .

Sedangkan seorang ulama ( ustad ) sifat2 nya tidaklah demikian ( sangat bertentangan dgn sifat2 seorang politikus ), sehingga timbul pertanyaan : Apakah seorang ulama ( ustad ) yg terjun kedunia politik tanpa ( dgn tidak ) meninggalkan ke " ulama " annya., akan menjadi politikus yg handal.

Bagaimana pendapat Anda.

Perbarui:

Secara teoritis memang pasti tidak masalah ulama / ustad terjun kedunia politik dan akan berhasil dengan baik atau dapat jadi politikus yg handal.

Namun kenyataan kita lihat misalnya di DPR jumlah ulama dapat dikatakan sangat sedikit sedang dilain pihak berhadapan dengan begitu banyak yg bukan ulama yg ternyata tidak sedikit yg berprilaku jauh dari ajaran Islam. Sehingga disimpulkan dapatkah "politikus ulama" yg harus tetap " bersih " menjadi politikus handal jika menghadapi kenyataan begitu banyaknya politikus yang " kotor " ?

8 Jawaban

Peringkat
  • 1 dekade yang lalu
    Jawaban Favorit

    Pendapat saya pribadi,

    Saya mengerti dengan "kebingungan" anda melihat fenomena politik dan pelaku politik pada umumnya di dunia dan khususnya di Indonesia saat ini bila dikaitkan dengan bagaimana sebaiknya peran ulama muslim saat ini dalam kancah politik ketika berhadapan dengan sirkumstansi politik sedemikian rupa seperti yang anda gambarkan di atas.

    Adalah suatu yang wajar akan munculnya pertanyaan atas sesuatu yang bertolak belakang secara pemahaman. Dalam konteks yg anda maksud, bagaimana mungkin seorang muslim yang taat dan berilmu tinggi ( ulama ) secara pribadi "mampu" menghadapi sirkumstansi politik yang demikian "kotor"-istilah anda-? bagaimana bisa tetap "bersih" di lingkungan yang "kotor"? sedangkan nila setitik saja bisa rusak susu sebelanga..apalagi kalau hanya susunya yang setitik? Bagaimana mungkin dalam suatu sistem politik saat ini suatu minoritas menolak kebijakan mayoritas? meskipun kebijakan tersebut bertolak belakang dengan pemahaman dan keyakinan si minoritas. Karena kalah dalam suara terbanyak, si minoritas harus ikut serta bertanggungjawab tentunya karena sudah menjadi bagian dalam sistem.

    Yang perlu kita pahami dan ketahui adalah apa yang menjadi latar belakang sebuah sistem/tatanan itu dibentuk pada awalnya, apakah didasari oleh ideologi yang sama? atau tidak? apakah fondasi dasar ideologinya kuat atau tidak? Seperti halnya di Indonesia tercinta ini, apa sebenarnya yang menjadi fundamental politik saat ini ? Bagaimanakah secara historis kita bisa menemukan jawaban atas setiap permasalahan yang ada saat ini. Karena kuncinya memang ada pada "asbabun nujul" yang menjadi awal atau akar dari setiap masalah atau akibat yang muncul saat ini. Menurut saya, dengan mengetahui awal mulanya kita akan tahu bagaimana akhirnya. Seperti halnya pertanyaan anda tentang ulama dan politik ini. Coba anda review dulu sejarah kita "yang benar" niscaya anda mengerti apa dan mengapa-nya.

    Sumber: opini pribadi
  • Anonim
    1 dekade yang lalu

    Memang panggung kepartaian di Indonesia memerlukan kehadiran ulama. Ulama yang berpolitik bukan didasari motivasi meraih kedudukan atau alasan ”ideologis” yang absurd. Panggung perpolitikan nasional memerlukan ulama yang merakyat, bukannya ulama yang ”rajin” mengeluarkan fatwa tanpa toleransi. Fatwa yang menisbikan nasib ketidakadilan rakyat jelata. Ulama yang berpolitik yang membawa kemaslahatan sosial adalah yang membawa nilai-nilai pembauran yang benar-benar memanusiakan manusia. Dan menegakkan prinsip kebenaran moral agama di atas kepentingan eksklusif kekuasaan.

    Ali Syariati ideolog Revolusi Islam Iran memberikan ”petuah” sosial, apabila ulama terjun ke dalam politik praktis, yakni: pertama, ulama harus benar-benar menjaga nilai-nilai keadilan, kesucian dan keberpihakan kepada kepentingan ummat (rakyat jelata/mustadh’afin). Tidak menjadi bagian dari kekuasaan yang menindas (despostik).

    Kedua, ulama yang berpolitik harus meninggalkan praktik kemunkaran pribadi/kolektif yang menempatkan agama sebagai legitimator tindakan politik yang antikepentingan kaum mustadh’fin. Para ulama harus menghindari menjadi ”kelompok elit” yang memanipulasi kebenaran sosial menjadi kebenaran elit kekuasaan.

    Ketiga, ulama yang berpolitik adalah menegakkan syariah agama menjadi media pembebasan nasib kaum papa dan menjadi ”hukum moral” yang menghentikan praktik ketidakadilan ekonomi-politik. Ulama yang berpolitik harus teguh dalam memegang prinsip dan integritas moral karena menjadi panutan ummat (masyarakat).

  • 1 dekade yang lalu

    dengerin mp3nya zainudin mz, nanti kamu akan tau, yg jelas, ga mungkin camat ngajar fiqih, trus ulama buat proyek kanal banjir timur....tapi intiny ulama harus berhati umarok, umarok berhati ulama dalan ngejalanin pemerintahan

  • 1 dekade yang lalu

    gak ada masalah, tidak semua politik itu kotor. Jangan berprasangka buruk deh

  • Anonim
    1 dekade yang lalu

    Sesuai uraian anda saya lebih setuju jika seorang ustad/ulama tidak terjun ke dunia politik.

    Sumber: .
  • Jinan
    Lv 4
    1 dekade yang lalu

    sulit ya, ditambah lagi dengan pemahaman umum terminologi politik yang kamu sebut di atas

    klo kita merujuk kepada akar filosofinya, pemaknaan Politik yang demikian adalah berangkat dari pemikiran Marchiavelli - yang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan

    namun perlu juga kita lihat bahwa Politik tidak hanya dapat dimaknai sesuai dengan pemikiran Marchiavelli, masih banyak dasar pemikiran yang arif dan bijaksana dari pada pemikir lain, misalnya dari para pemikir Islam dan/atau yang lainnya dan

    akhirnya, hanya soal pilihan kita untuk meng-anut yang mana ..

  • 1 dekade yang lalu

    Why not Broo, ... lihat dan pelajari Rasulullah SAW dan Para Sahabatnya ketika menegakkan syiar Islam.... namun karena kita2 orang adalah manusia biasa maka semua berpulang kepada si pelakunya. meskipun beda tugas antara Ulama dan Umaro, namun lebih mulia baik jika Ulama merangkap Umaro, bukan sebaliknya para Umaro beramai-ramai jadi Ulama ( saat kampanye broo ) Nah.. lalu APA KATA DUNIA ?

  • 1 dekade yang lalu

    Bismillahirrohmaanirrohiim,

    Jawabannya DAPAT, bahkan dengan melihat kondisi Indonesia saat ini, hampir menjadi suatu keharusan seorang Ustadz/Ulama masuk ke dunia Politik.

    Jika anda lihat, kewajiban setiap Muslim adalah menegakkan syariah Islam di muka bumi. Maka segala kewajiban yang sebelumnya menjadi wajib hukumnya. Misal, hukum berwudhu tidak ditetapkan, tetapi hukum sholat adalah wajib dan sholat tidak sah jika tidak menyempurnakan wudhu. Maka hukum wudhu menjadi wajib.

    Nah, demi menegakkan syariah di muka bumi, sudah barang tentu harus menegakkanya terlebih dahulu di negaranya, sebelum itu harus menegakkannya di masyarakat sekitarnya, dan jauh sebelum itu, harus menegakkan di keluarga dan diri pribadinya terlebih dahulu. Jika kita lihat contoh Ustadz yang masuk ke Parlemen sekarang ini ada yang menyimpang dari ajaran Agamanya, maka boleh diselidiki sudah sejauh mana ia membina keluarganya dalam bingkai Islam.

    Memperbaiki ummat harus dimulai dengan menegakkan hukum yang baik di Indonesia. Dan produk hukum hanya dapat dihasilkan melalui perumusan yang rumit di DPR. Maka, tidak ada jalan lain untuk memperbaiki bangsa ini selain seorang Ustadz harus merasa terpanggil untuk memperbaikinya lewat jalan yang berbahaya, yaitu jalur Politik. Jadi, sang Ustadz tersebut harus berusaha sekuat tenaga untuk membangun jaringannya dan berjuang untuk Tujuan Kebaikan Ummat di dalam Politik.

    Kembali ke hakikat Politik. Politik dalam bahasa Arab disebut siyasi, yang artinya strategi dan diadopsi kedalam bahasa Indonesia menjadi siasat. Politik itu sama seperti pena atau keyboard ini, bisa menjadi buruk jika yang menjalankannya berniat atau bertujuan buruk. Jadi Politik hanya merupakan media. Tidak dapat disebut mempunyai tujuan. Sedangkan sang empunya tujuan adalah sang pemakai media Politik. Anda dapat membayangkan jika seorang Ustadz yang memiliki pengetahuan tentang akhlaq, hukum, etika, kepekaan sosial, kejujuran, hati yang takut akan siksa Ilahi, maka sudah barang tentu dia memakai politik demi tujuan memperbaiki ummat ini. Namun, coba bayangkan pula bila kita biarkan ranah Politik hanya dimasuki oleh orang2 yang tidak peduli akan nasib bangsa ini dan tidak pula takut akan ancaman Hari Akhir.

    Politik, seperti arti katanya yaitu strategi, maka sudah jelas bahwa Politik memang sifatnya dapat berubah-ubah. Misal, sewaktu Rasulullah SAW pertama kali mendapatkan wahyu, nilai Islam tidak dipublikasikan ke publik melainkan hanya ke keluarga terdekat dan teman yang terpercaya. Namun setelah terbentuk anggota inti yang cukup kuat barulah nilai Islam disebarluaskan. Lalu, adakalanya Rasulullah melakukan perlawanan terhadap bangsa Quraisy, namun tidak sedikit pula Rasulullah mengikuti apa yang diinginkan oleh bangsa Quraisy dalam Perjanjiannya, seperti pada Perjanjian Hudaibiyah saat itu. Jadi yang berubah adalah caranya, strateginya, sedangkan tujuan maupun kepentingannya adalah tetap, yaitu menegakkan syariah di muka bumi. Jika menurut anda seorang Ustadz itu mempunyai sifat yang baik dikarenakan tertancapnya nilai-nilai Islam di dirinya, maka maukah anda mempunyai seorang wakil yang dapat menyuarakan suara anda di panggung politik seperti sang Ustadz tersebut?

    Memang, jalan Politik adalah jalan yang berbahaya. Berbahaya jika sang Ustadz berdiri sendiri tanpa ada teman2 apalagi pimpinan yang membantunya mengingatkan akan hakekatnya ia berada di sana. Sebab, yang sudah terlebih dahulu menguasai ranah Politik, sudah sedemikian kuatnya mereka membangun jaringannya hanya untuk bertujuan materi semata tanpa memikirkan kebaikan untuk bangsa dan mereka pun tanpa ragu akan melancarkan segala bentuk serangannya untuk menyingkirkan Ustadz atau kumpulan Ustadz yang idealis yang membawa Tujuan mulia melalui jalur Politik.

    Nah, untuk kita yang di luar sini, dapat dimulai dengan langkah sederhana:

    1. Senyum dengan ikhlas, jika melihat seorang Ustadz tengah bertarung di Politik;

    2. Sabar, dalam mencari ilmu agama yang baik agar suatu saat kita pun dapat mempunyai sifat yang baik seperti Ustadz yang kita teladani;

    3. Tegar, dalam rangka mencari kata-kata yang baik demi mengingatkan Ustadz yang kita sayangi dengan jalan apapun, bisa dengan menasehati langsung maupun melalui tulisan2. Namun ingat, mengingatkanlah dengan cara yang terbaik, jangan sampai merendahkan martabat, membuat malu, dll.;

    4. Waspada, mungkin ada musuh2 kebaikan, yang tidak ingin nilai2 kebaikan tersebar melalui jalur politik, yang sedang mencoba segala upayanya untuk menjatuhkan citra sang Ustadz tersebut melalui fitnah-fitnah dan kebohongan;

    5. Sayangi, semua saudara kita sesama Muslim dimulai dengan Prasangka Baik. Karena Prasangka Baik adalah serendah-rendahnya akhlaq sesama Muslim yang harus kita jaga. Pelajari dengan teliti kabar yang tersebar, jangan mudah percaya oleh propagandanya. Setelah sayang tumbuh di hati, maka dukungan dan do’a perlu kita berikan agar Ustadz yang kita sayangi tidak terjungkal di pertarungan politik.

    Mudah-m

    Sumber: 1. Sirah Nabawiyah, Dr. Muhammad Sa'id Ramadhan Al Buthy 2. Manhaj Haraki, Syaikh Munir Muhammad al-Ghadban
Masih ada pertanyaan? Dapatkan jawaban Anda dengan bertanya sekarang.