Yahoo Answers akan ditutup pada 4 Mei 2021 dan situs web Yahoo Answers sekarang tersedia dalam mode baca saja. Tidak akan ada perubahan pada properti atau layanan Yahoo lainnya, atau akun Yahoo Anda. Anda dapat memperoleh informasi lebih lanjut tentang penutupan Yahoo Answers dan cara mengunduh data Anda di halaman bantuan ini.

JALU
Lv 6
JALU ditanyakan dalam Ilmu SosialStudi Perempuan · 1 dekade yang lalu

Undang2 Diantara Pemerkosaan Dan Kewajiban?

Berdasar pada kitab Undang Undang Hukum Pidana , perkosaan dapat dirumuskan sebagai tindakan persetubuhan yang dilakukan laki2 terhadap seorang perempuan yang bukan istrinya dengan cara kekerasan atau ancaman kekerasan.

Tentu saja perempuan dalam konteks itu bukanlah seorang yang berstatus Istri seseorang , sekalipun kemungkinan pemaksaan kehendak hasrat sexual seorang suami terhadap istrinya ... adalah juga pemerkosaan ( menurutku ).

Mbak/Mas yang baek .

Ajari aku tentang ini : Marital Rape ( pemerkosaan dalam perkawinan ) .

>Betulkah memuaskan kehendak seorang laki2 (suami) bagi seorang istri adalah kewajiban yang harus mengabaikan perasaan ?

>Jika itu kewajiban , siapa yang mewajibkannya , Agama kah atau mungkin sebuah Pemahaman hidup sebagai suami istiri ?

>Adakah peluang untuk perempuan (istri) menolak hasrat sexual laki2 (suami) tanpa didera ketakutan si suami akan berselingkuh atau bahkan kawin lagi.

>Bisakah pemaksaan kehendak seperti yang aku tulis diatas disebut dengan sebuah pemerkosaan dalam sebuah perkawinan.

Maaf ya .. Mbak/Mas , baru saja aku mendengar sebuah peristiwa KDRT berbasis hasrat sexual seorang suami terhadap istrinya.

Rasanya gerah banget .

Mohon penjelasan bijak dari Mbak/Mas ... bagi2 Ilmunya ya.

Salam

11 Jawaban

Peringkat
  • Anonim
    1 dekade yang lalu
    Jawaban Favorit

    Pemaksaan Hubungan Seksual dalam Perkawinan

    adalah Kejahatan Perkosaan

    Sebagian masyarakat masih berpendapat bahwa tidak ada yang namanya perkosaan dalam perkawinan. Menurut mereka, setiap hubungan seksual yang berlangsung antara suami istri - terlebih dalam dalam ikatan yang sah secara hukum dan agama - adalah suatu kewajaran dan rutinitas yang memang sudah seharusnya dilakukan. Anggapan lain di masyarakat yang tidak tepat adalah istri tidak boleh menolak ajakan suami untuk berhubungan seksual. Kuatnya anggapan tersebut menyebabkan ketika suami melakukan pemaksaan dan kekerasan seksual terhadap istrinya, kecenderungan masyarakat adalah justru menyalahkan si istri. Apalagi jika isteri menolak, mereka akan dipandang sebagai isteri yang melawan suami. Bagi mereka, istri harus selalu siap melayani kapanpun suami menginginkan hubungan seksual. Padahal, adakalanya istri sedang tidak bergairah, sedang menstruasi atau tertidur karena kelelahan sesudah beraktivitas seharian, baik itu di luar ataupun di dalam rumah. Tidak jarang pula ada suami yang memaksa melakukan variasi hubungan seksual dengan gaya atau cara yang tidak ingin dilakukan oleh si istri karena istri menganggapnya di luar kewajaran. Sebagai perempuan yang memiliki tubuhnya sendiri, istri tentu memiliki hak untuk mengatakan tidak dan menolak setiap bentuk hubungan seksual yang tidak diinginkannya. Dengan demikian, penting untuk dicamkan bahwa perkosaan dalam perkawinan adalah setiap hubungan seksual dalam ikatan perkawinan yang berlangsung tanpa persetujuan bersama, dilakukan dengan paksaan, dibawah ancaman atau dengan kekerasan. Sehingga, jika ada suami yang memaksa istrinya untuk melakukan hubungan seksual padahal istri tidak menginginkannya, maka itu termasuk tindak perkosaan.

    .: Seperti apa pemaksaan hubungan seksual yang pernah terjadi?

    .: Apa penyebab terjadinya pemaksaan hubungan seksual?

    Pemaksaan hubungan seksual terjadi karena rentannya posisi perempuan dalam masyarakat terhadap kekerasan, yang antara lain didukung oleh :

    1. Masih dominannya nilai patriarki dalam masyarakat kita (nilai-nilai yang mengutamakan kepentingan laki-laki). Nilai-nilai yang berpihak pada laki-laki -lah yang kemudian membentuk aturan tidak tertulis ‘’istri adalah milik suami.” Dengan kata lain, perkawinan dipandang sebagai penyerahan diri sepenuhnya oleh istri terhadap suaminya dan sudah menjadi tugas seorang istri untuk melayani suami dalam segala hal. Hal inilah yang menyebabkan para suami merasa “berhak“ untuk menggunakan kekerasan seperti pemukulan, melukai tubuh, hati atau jiwa istri melalui bentakan, hinaan dan bentuk-bentuk kekerasan lainnya jika istri menolak keinginan suami untuk melakukan hubungan seksual. Disisi lain, istri yang cara pandangnya telah dibentuk oleh masyarakat yang mengutamakan kepentingan laki-laki, merasa sudah menjadi kewajiban mereka,perempuan, untuk tetap siap sedia melayani suami (laki-laki) sehingga istri tidak mampu menolak hubungan seksual dikala dirinya sedang tidak ingin atau tidak bisa. Akibatnya, hubungan seksual sering kali berlangsung dingin dan tidak dinikmati bahkan menyakiti istri,meskipun tanpa perlawanan atau penolakan langsung dari sang istri.

    2. Pemahaman keliru mengenai penafsiran ajaran agama -agama. Seringkali ajaran agama-agama di salahtafsirkan yang berdampak pada pembedaan posisi perempuan dengan laki-laki atau menghadirkan perlakuan yang diskriminasi terhadap perempuan. Sebagai contoh, dalam ajaran agama Islam terdapat hadits : “ Jika seorang lelaki mengajak istrinya untuk (melayaninya) di tempat tidur, lantas ia enggan untuk mendatanginya, sehingga suami tidur dengan memendam kemarahan, maka malaikat melaknatnya hingga tiba waktu pagi (riwayat Bukhari IX/293 dengan Fathul Bari) .“ Hadist ini tentu saja menimbulkan ketakutan istri untuk menolak keinginan suami. Padahal, menurut forum kajian kitab kuning (FK 3) yang menelaah kitab U’qud al Lujjayn (mengatur relasi suami-isteri) dalam hadis diatas terdapat kata al-la’nah yang seringkali dipahami secara kurang tepat. Sebaiknya, kata laknat diartikan sesuai dengan konteks sosial kemanusiaan sebagai hilangnya kebaikan, kasih sayang dan kedamaian dalam kehidupan. Jika diartikan sesuai dengan kondisi nyata kehidupan suami -isteri (kontekstual), hadis ini tidak hanya ditujukan kepada isteri (perempuan) melainkan juga kepada suami. Lebih jauh, hal yang penting untuk diingat adalah agama pada dasarnya tidak pernah menyetujui adanya pemaksaan dan kekerasan dalam bentuk apapun. Ajaran agama Islam,misalnya, menekankan konsep kesetaraan dan saling menyempurnakan sebagai landasan hubungan suami-istri sebagaimana dimaktub dalam Q.S Al Baqarah ayat 187 : “ Mereka (kaum perempuan) adalah pakaian bagimu (laki-laki) dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka.“ Selain itu, suami dianjurkan untuk memperlakukan perempuan dengan baik sesuai dengan Al Qur’an surat An-Nisaa’ (Q.S 4) ayat 19 yang menyatakan “…Dan hendaklah kalian memperlakukan mereka (perempuan./istri-istrimu) dengan cara yang ma’ruuf (baik)…”

    .: Apakah pelaku pemaksaan hubungan seksual dalam perkawinan dapat dihukum?

    Ya! Pelaku pemaksaan hubungan seksual dalam perkawinan dapat dihukum menurut UU No. 23 thn 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga ( UU PKDRT) yang baru saja berlaku. Sebelum berlakunya UU PKDRT, pemaksaan hubungan seksual dalam perkawinan tidak diatur dalam hukum pidana kita (KUHP). KUHP hanya mengatur hukuman bagi kasus perkosaan dalam pasal 285 KUHP yang menyatakan “Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa perempuan yang bukan isterinya bersetubuh dengan dia, dihukum, karena memperkosa…” Jadi, pasal perkosaan ini mengecualikan isteri sebagai salah satu potensi korban perkosaan. Pengaturan ini menunjukkan perkawinan sebagai dasar terbentuknya sebuah keluarga dianggap sebagai sebuah lembaga tersendiri di wilayah pribadi yang terpisah dengan wilayah publik (umum). Jika terjadi kasus kekerasan dalam rumah tangga, negara (baca: pemerintah) enggan untuk ikut campur karena dipandang sebagai urusan rumah tangga yang seharusnya diselesaikan sendiri. Pasal 285 KUHP ini juga membatasi ketentuan pemaksaan hubungan seksual hanya dalam bentuk persetubuhan, padahal banyak cara pemaksaan yang dilakukan diluar bentuk tersebut (lihat bagian sebelumnya ‘seperti apa pemaksaan hubungan seksual yang pernah terjadi?’). Berdasarkan pasal 5 UU PKDRT, setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya, dengan cara kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual atau penelantaran rumah tangga. Secara lebih khusus, dalam pasal 8 dijelaskan bahwa kekerasan seksual meliputi pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut (seperti istri, anak dan pekerja rumah tangga). Selanjutnya, dalam penjelasan pasal 8 huruf a UU PKDRT di jelaskan bahwa kekerasan seksual adalah setiap perbuatan yang berupa pemaksaan hubungan seksual, pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak wajar dan/atau tidak disukai, pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan komersil dan/atau tujuan tertentu.

    Mengenai hukuman bagi pelaku, ditegaskan dalam pasal 46 UU PKDRT ini yang menyatakan para pelaku pemaksaan hubungan seksual dalam rumah tangga diancam hukuman pidana yakni pidana penjara paling lama 12 (dua belas tahun) atau denda paling banyak Rp 36.000.000 (tiga puluh enam juta rupiah).

    .: Apa yang harus dilakukan jika anda mengalami pemaksaan hubungan seksual dalam perkawinan ?

    1. Pertama, Anda harus sadar bahwa adalah hak Anda untuk menolak hubungan seksual yang tidak Anda inginkan. Sehingga, jika suami mengajak berhubungan disaat Anda sedang tidak ingin, Anda harus berani untuk menolak dan mengutarakan alasan Anda. Bicarakan dengan baik-baik, apakah Anda lelah, sedang haid atau Anda tidak menyukai gaya suami behubungan seks. Komunikasi merupakan hal yang sangat penting terutama agar pasangan saling mengetahui keinginan masing-masing.

    2. Jika suami tetap memaksa bahkan sampai melakukan kekerasan baik fisik atau psikis, maka Anda jangan diam saja. Kesedihan sebaiknya jangan Anda pendam sendiri. Anda dapat menghubungi teman atau keluarga yang Anda percaya untuk menceritakan mengenai hal ini. Selain itu Anda juga dapat menghubungi Lembaga Bantuan Hukum dan Pusat Krisis untuk Perempuan dan Anak berikut ini untuk meminta informasi dan juga pendampingan. Beberapa diantaranya adalah:

    • LBH APIK Jakarta

    021- 8779 7289

    • Mitra Perempuan

    021-83790010

    • SIKAP

    021-31906933

    • Kalyanamitra

    021-7902109

    • PKT RSCM Salemba

    021- 316 2261, 3106976

    3. Anda juga dapat melaporkan kejadian yang Anda alami ke kepolisian (RPK). Dengan adanya UU PKDRT, pihak kepolisian tidak dapat lagi mengatakan bahwa yang Anda hadapi adalah urusan pribadi dan kemudian menyuruh Anda pulang. Sebaliknya, polisi harus segera melindungi Anda.

    Sebelum melapor, sebaiknya Anda mengetahui hak-hak Anda sebagai korban KDRT berdasarkan pasal 10 UU PKDRT):

    • Mendapatkan perlindungan dari kepolisian, pengadilan, lembaga sosial,keluarga dan pihak lainnya terutama jika Anda merasa bahwa pelaku kerap menteror dan mengintimidasi Anda.

    • Pelayanan kesehatan, jika Anda membutuhkan penyembuhan secara fisik maupun psikis (jiwa).

    • Penanganan secara khusus berkaitan dengan kerahasiaan korban

    • Pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum pada setiap tingkat proses pemeriksaan.

    • Pelayanan bimbingan rohani.

    Sudah saatnya sekarang, masyarakat memahami

    bahwa pemaksaan hubungan seksual dalam perkawinan

    adalah juga bentuk kejahatan perkosaan yang tidak akan lepas dari hukuman.

  • paoel
    Lv 5
    1 dekade yang lalu

    mmm.. ga pake marah2 sih, JALU... cuma pengen ngejitak aja. hehehe...

    hhh.. aku juga gerah kalau baca atau denger kasus2 pemaksaan kehendak seperti itu dalam rumah tangga. perkawinan tidak sama dengan pembelian barang. apa hak suami untuk memaksa istri? dan selalu argumen 'sudah kewajiban istri untuk melayani suami' yang dipakai...

    > menurutku tidak. persamaan hak harus tetap dijunjung dalam perkawinan.

    sudah merupakan kewajiban suami untuk menafkahi istri, bila kita kembalikan konsep ini ke suami, adakah suami sudah memuaskan kebutuhan istri? atau malah istri dituntut untuk ikut membantu mencari nafkah? kalau memang konsep 'kewajiban' itu diaplikasikan secara kaku, tidak akan ada yang namanya istri sebagai tulang punggung keluarga kan?

    ada hak dan kewajiban dalam berumah tangga, kudu diseimbangkan donk kedua hal itu sesuai kondisi yang ada..

    > hanya orang2 berpikiran dangkal yang menerapkan hukum 'kewajiban' itu.

    > seharusnya ada. bagaimanapun janji perkawinan bukan diucapkan hanya sekedar pemanis ritual pernikahan. ada makna dan komitmen yang tersimpan di sana. kalau ancaman selingkuh keluar hanya karena urusan seksual, kita tau siapa yang kurang cerdas dalam memaknai janji perkawinan itu bukan?

    > ya, dalam hukum modern pemaksaan kehendak seperti itu sudah bisa dianggap sebagai bentuk pemerkosaan dan kekerasan dalam rumah tangga dan istri berhak untuk melaporkannya ke pihak berwenang.

    salam.. =)

  • 1 dekade yang lalu

    Saya tinggal di shelter bagi wanita korban KDRT,domisili Los Angeles. Menurut cerita teman2 saya senasib, beberapa dari mereka diperkosa oleh suaminya sendiri. Semenjak tahun 1985 di negara bagian California ditetapkan hukum mengenai "marital rape". Hukum itu berisi bahwa seorang istri adalah diperkosa suaminya bila si suami memaksakan hubungan seks tanpa persetujuan si istri. Dan menurut cerita teman saya, sang suami diproses secara hukum dan dijebloskan ke penjara.

    Jadi saya sangat2 berharap di Indonesia kelak akan ditetapkan hukum "marital rape". Karena pemerkosaan adalah pemerkosaan, yang artinya pemaksaan kehendak. Seks bukanlah hak prerogatif suami. Seks harus disetujui oleh kedua belah pihak.

    Saya menganut paham bahwa kedudukan pria dan wanita dalam suatu perkawinan adalah sejajar dalam hal apapun. Jadi memenuhi hasrat seksual suami bukanlah kewajiban istri. Tuhan menciptakan manusia dengan martabat dan derajat yang sama.

    Kalau soal suami nyeleweng, itu namanya tidak adanya komitmen dan tanggung jawab suami. Sama sekali tidak ada hubungannya dengan masalah seks.

    Semoga berguna.

    Sumber: otak.
  • 1 dekade yang lalu

    Membingungkan, harus pake hukum2 segala n aturan dari agama.

    ada aturan yg seabrek2 juga kalo orangnya emang gak sadar diri ato gak bisa nahan diri sama aja boong.

    kalo menurut g semua itu kembali ke diri sendiri, bagi sang suami kalo emang istrinya lg gak mood yaudah besok2 kan bisa, toh istrinya gak bakal lari. bagi sang istri ya nolak2 aja knapa harus takut suami bakal selingkuh ato uda tuntutan istri melayani suami. setiap orang baik cewe ato cowo punya hak sendiri2.

    kalo emang bakal nyeleweng itu emang dasar cowonya aja yang gak bener.

  • Resa.
    Lv 6
    1 dekade yang lalu

    >>>>>Betulkah memuaskan kehendak seorang laki2 (suami) bagi seorang istri adalah kewajiban yang harus mengabaikan perasaan ?

    jawabannya ngga bisa sederhana yah.

    itu tergantung pada pengertian dan kesadaran dua pihak,bagi sebagian orang ada kalanya masalah sex bisa di bicarakan secara terbuka ..dan bagaimana mengatasinya dengan pengertian dan kesadaran dua pihak,

    namun ada sebagian tidak bisa di bicarakan secara terbuka,jadinya mungkin dilakukan walau dengan menekan perasaan ..masalahnya benar atau salah ..malah jadi kabur.

    >>>>>Jika itu kewajiban , siapa yang mewajibkannya , Agama kah atau mungkin sebuah Pemahaman hidup sebagai suami istiri ?

    secara hukum agama pada dasarnya seorang istri haruslah memenuhi kewajibannya pada suami ( begitu pula sebaliknya )..kukira semua agama juga begitu,namun disitulah bagaimana kita mewujudkannya dalam pengertian ,kesadaran juga untuk kebahagiaan bersama...untuk keharmonisan rumah tangga.

    pemahaman suami istri bukan sekedar melaksanakan kewajiban dalam sex..tapi bagaimana sex menjadi bagian kehidupan yang membawa keharmonisan kehidupan rumah tangga...juga bagaimana sex menjadi bagian kebutuhan dalam hidup rumah tangga seperti halnya makan minum.

    >>>>>Adakah peluang untuk perempuan (istri) menolak hasrat sexual laki2 (suami) tanpa didera ketakutan si suami akan berselingkuh atau bahkan kawin lagi.

    Bisa saja..tergantung bagaimana pola pemikiran sang istri tersebut dan bagaimana cara menolaknya yang membuat suami mengerti.

    soal lelaki selingkuh atau kawin lagi..janganlah di jadikan alasan karena istri menolak atau tak bisa memuaskan didalamn sex.

    pada umumnya..lelaki memang cenderung poli gami ..hayoooo

    >>>>>Bisakah pemaksaan kehendak seperti yang aku tulis diatas disebut dengan sebuah pemerkosaan dalam sebuah perkawinan.

    Kalau di Indonesia ..lha saya ngga tahu deh.

    kalau di Hongkong ,di Amerika bahkan di Eropa yuup itu bisa di katakan begitu..bahkan bisa menuntut suaminya ke Pengadilan.

    Karena dasarnya human beeing dan hak yang sejajar.

    Hormat saya

    Resa

  • funky
    Lv 4
    1 dekade yang lalu

    Kayaknya smua dah pd jawab cukup lengkap tuw

    aq mo jawab yg ditanya ajah....

    1. Menurut salah satu agama itu menjadi satu kewajiban istri dan harus diikuti oleh istri tersebut, bahkan malaikat bisa mengutuknya sampe pagi klo menolak.

    2. yah menurut agama itu kewajiban.

    3. Ada peluangnya, dengan memulai suatu percakapan dengan suami, mulai melakukan lobby2 agar saling menghargai dan menghormati dan belajar untuk berkomitmen didalam pernikahan.

    4. yah, itu pemerkosaan oleh suami thd istri dan merupakan kejahatan perkawinan, karena jika PSK dibayar tiap kale mereka berhubungan seks maka istri gak mendapat bayaran dalam berhubungan bahkan kemungkinan mendapat siksaan jika menolak. trims

  • Anonim
    1 dekade yang lalu

    Setahu saya, memaksakan hubungan seksual terhadap pasangan juga sekarang sudah dilarang dalam undang-undang KDRT. Silakan cek : http://www.menegpp.go.id/admin/upload/legal/undang...

    terutama pasal 8. Pemaksaan hubungan seksual terhadap siapa pun yang termasuk dalam lingkup rumah tangga, tentunya termasuk juga pasangan nikah, dilarang.

    Yang perlu diperhatikan, apakah undang2 ini sudah ditegakkan betul2 atau belum.

  • *
    Lv 4
    1 dekade yang lalu

    Memaksakan hubungan seks adalah perkosaan, tidak peduli siapa pun pelaku dan korbannya.

    Suami istri harus saling memikirkan kebutuhan pasangannya, baik kebutuhan untuk berhubungan seks maupun kebutuhan untuk tidak berhubungan seks. Harus ada saling pengertian dan saling menghargai dalam hal ini. Istri sebaiknya tidak terus-menerus menolak suami, tapi suami juga tidak boleh memaksakan keinginannya.

    Apa pun kebutuhannya, memaksakan hubungan seks tetap adalah perkosaan.

  • 1 dekade yang lalu

    apa yang anda jelaskan diatas memang kalau menurut kitab Undang Undang Hukum Pidana seperti itu

    dan dalam memuaskan laki2(suami) tanpa mengindahkan perasaan sang istri itu memang ada, tapi dalam hukum agama

    tapi masih ada peluang untuk menolak hasrat sang suami, tapi gak ada jaminan kalau sang suami gak bakal selingkuh atau kawin lagi

    kalau anda ingin lebih jelas nya anda coba simpulkan sendiri dari beberapa materi ini

    http://www.proz.com/kudoz/english_to_indonesian/la...

    Sumber: mungkin akan sedikit memberi anda masukan dari beberapa informssi yang ada di bawah ini http://www.proz.com/kudoz/english_to_indonesian/la...
Masih ada pertanyaan? Dapatkan jawaban Anda dengan bertanya sekarang.